Rabu, 10 November 2010

Hujan, Dulu dan Kini...

Kawan, entah apa yang istimewa dari perubahan cuaca ini, namun hujan slalu berhasil membawa anganku jauh melayang, menembus akal dan logika ku serta derasnya air yang membasahi bumi. Hujan sore ini memang beda, mungkin Tuhan sengaja menurunkkannya untuk mendinginkan suhu bumi, atau lebih tepatnya, mendinginkan suasana hati manusia di bumi Indonesia yang sempat memanas beberapa waktu lalu. Mungkin karna panasnya Merapi di Jogjakarta beserta hujan abu dan awan panasnya, atau karena hal yang lebih ringan, macetnya jalanan karna mekanisme buka tutup jalan untuk iring-iringan Obama yang sedang berkunjung di Indonesia. Intinya, hujan memang beda.

Jika diawal masa kuliah saya di Depok, saya merasa bahwa hujan memang diturunkan untuk keindahan. Untuk menambah asrinya hutan kota di UI, menyegarkan hawa Depok yang panas, membangkitkan embun dan kabut di udara atau secara personal, merilekskan tubuh dan fikiran saya setelah menjalani perkuliahan dasar dan serangkaian kegiatan ospek yang kadang menyenangkan tapi tak jarang menyebalkan. Saat itu, hujan slalu saja sukses mengantar saya terlelap dengan cepat yang membuat saya terbangun keesokan harinya dengan semangat baru. Ya, bagi saya hujan slalu membawa harapan, penuh mimpi, angan dan cita-cita. In that time, I love the rain.

Lantas bagaimana dengan kini? Hujan telah berbeda, ia tak lagi menenangkan, malah mensunyikan suasana. Membuat saya secara mendadak mengevaluasi diri. Apa yang saya lakukan kini? Telah tercapaikah semua harapan dan angan-angan yang hampir empat tahun lalu saya gantungkan dulu? Atau, secara tragis mengingatkan saya akan sederet kegagalan yang saya lalui atau bahkan kehilangan dan rasa sakit. Damn, now I hate the rain.

Sambil melihat dari jendela kosan saya, saya memperhatikan air hujan. Dari langit, dia turun, mampir sebentar di atap dan talang air, merembes di dinding dan mengalir ke pelimbahan, dan seterusnya. Jauh. Bahkan sampai tak terjangkau dengan daya khayal saya. Enak ya jadi hujan, terus mengalir dalam bentuk air.

Tidak seperti saya, yang hanya tertahan disini, entah sampai kapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar