Kamis, 08 September 2011

Book: Madre by Dee (Dewi Lestari)


Bagaimana perasaanmu saat sejarah hidupmu terkuak hanya dalam penghabisan secangkir kopi? Tiba-tiba dirimu menjadi berdarah sebagian India, sebagian Pasundan dan seperempat Tionghoa. 


Itulah yang dialami oleh Tansen Roy Wuisan atau Tansen, manusia bebas asal Bali yang “terdampar” secara mengejutkan di Jakarta. Lengkap dengan kejutan perubahan silsilah keluarga dan jalan hidup, Tansen kini mulai membuka tabir misteri kehidupannya bersama satu-satunya kunci pembuka gerbang pencerahannya, “madre”, sebuah adonan biang roti. Bukan sekedar adonan biang roti biasa, “madre” hidup, dan dicintai oleh orang-orang disekelilingnya. Bersama “madre”, Tansen mulai memulai perjalanannya dengan tak hanya menghidupkan kembali Tan de Baker yang sempat mati suri namun juga menghidupkan hatinya akan rasa cinta pada pelabuhan hatinya, sang peri roti.


“Madre” dan dua belas judul lainnya merupakan buku ketujuh sekaligus kumpulan fiksi ketiga dari Dee. Dalam buku ini, Dee tak hanya mampu mengangkat memori kejayaan suatu bakery di masa lalu (madre) namun juga realita hubungan dua insan manusia yang rumit namun berakhir dengan cinta sederhana (Menunggu Layang-Layang dan Guruji). Yang jelas Dee berhasil membuka mata saya, bahwa inspirasi yang menarik dapat kita temui kapan saja, bahkan di awal hari saat kita menikmati sajian sarapan kita, secangkir kopi yang nikmat (Filosofi Kopi-2006) dan roti yang lezat (Madre-2011).


Membaca “madre” juga membuat saya teringat akan nama produsen roti terkenal saat saya kecil, jauh sebelum munculnya beragam merek dagang produsen roti atau bakery modern saat ini, Tan Ek Tjoan. Persis seperti yang digambarkan dalam “madre” roti produksi Tan Ek Tjoan sangat khas dan dipasarkan saat pagi atau sore hari dengan gerobak sepeda dan kaca tembus pandang yang membuat pembeli dapat melihat jajaran roti yang terlihat lezat. Salah satunya roti kecokelatan yang menjadi favorit saya, entah apa namanya saya tidak tahu. Seperti halnya saya tidak tahu bagaimana nasib bakery dan roti-roti Tan Ek Tjoan saat ini, yang pasti saya berharap suatu saat nanti saya dapat menemukan dan menikmati kembali roti kecokelatan Tan Ek Tjoan kesukaan saya.



PS: Thanks alot for Frida Listiani Kamal who always lend me great books :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar