Bagaimana perasaanmu saat sejarah hidupmu terkuak hanya dalam penghabisan secangkir kopi? Tiba-tiba dirimu menjadi berdarah sebagian India, sebagian Pasundan dan seperempat Tionghoa.
Itulah yang dialami oleh Tansen Roy Wuisan atau Tansen,
manusia bebas asal Bali yang “terdampar” secara mengejutkan di Jakarta. Lengkap
dengan kejutan perubahan silsilah keluarga dan jalan hidup, Tansen kini mulai
membuka tabir misteri kehidupannya bersama satu-satunya kunci pembuka gerbang
pencerahannya, “madre”, sebuah adonan biang roti. Bukan sekedar adonan biang
roti biasa, “madre” hidup, dan dicintai oleh orang-orang disekelilingnya.
Bersama “madre”, Tansen mulai memulai perjalanannya dengan tak hanya
menghidupkan kembali Tan de Baker yang sempat mati suri namun juga menghidupkan
hatinya akan rasa cinta pada pelabuhan hatinya, sang peri roti.
“Madre” dan dua
belas judul lainnya merupakan buku ketujuh sekaligus kumpulan fiksi ketiga dari
Dee. Dalam buku ini, Dee tak hanya mampu mengangkat memori kejayaan suatu
bakery di masa lalu (madre) namun juga realita hubungan dua insan manusia yang
rumit namun berakhir dengan cinta sederhana (Menunggu Layang-Layang dan
Guruji). Yang jelas Dee berhasil membuka mata saya, bahwa inspirasi yang
menarik dapat kita temui kapan saja, bahkan di awal hari saat kita menikmati
sajian sarapan kita, secangkir kopi yang nikmat (Filosofi Kopi-2006) dan roti
yang lezat (Madre-2011).
Membaca “madre” juga
membuat saya teringat akan nama produsen roti terkenal saat saya kecil, jauh
sebelum munculnya beragam merek dagang produsen roti atau bakery modern saat
ini, Tan Ek Tjoan. Persis seperti yang digambarkan dalam “madre” roti produksi
Tan Ek Tjoan sangat khas dan dipasarkan saat pagi atau sore hari dengan gerobak
sepeda dan kaca tembus pandang yang membuat pembeli dapat melihat jajaran roti
yang terlihat lezat. Salah satunya roti kecokelatan yang menjadi favorit saya,
entah apa namanya saya tidak tahu. Seperti halnya saya tidak tahu bagaimana
nasib bakery dan roti-roti Tan Ek Tjoan saat ini, yang pasti saya berharap
suatu saat nanti saya dapat menemukan dan menikmati kembali roti kecokelatan
Tan Ek Tjoan kesukaan saya.
PS: Thanks alot for Frida Listiani Kamal who always lend me great books :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar